BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang.
Semen dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan,
tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu
raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil,
berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi
Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia
ataupun jembatan di Cina
yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana
peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa
di India
ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton
Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen
sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan
penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur
dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan
Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk
itu lantas dinamai pozzuolana.
Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin), yang
artinya kira-kira "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak
beraturan". Meski sempat populer di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya
Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep ramuan
pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal
bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga
insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang
kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir
olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris.
Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko
bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap
mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah
lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral
berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan
itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk
campuran baru.
Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat
besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga berbentuk
partikel-partikel kecil mirip bedak.
Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland berkolaborasi dengan bahan lain.
Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia
yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah
perekat tembok nan kokoh. Namun untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi
biasanya masih ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut
concrete atau beton.
Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama
asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang
artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang
tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung
pencakar langit berdiri tanpa bantuan beton.
Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa
disesuaikan dengan beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak,
kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini
karena sifat alumina yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok
buat mengecor karena campurannya bisa mengisi pori-pori bagian yang hendak
diperkuat.
Semen termasuk bahan material yang sangat dikenal di negeri kita, karena
sangat mudah didapatkan dan diaplikasikan dalam berbagai proyek
skala besar maupun kecil. Proyek besar seperti pembangunan gedung bertingkat,
hingga proyek rumah tinggal biasanya menggunakan material beton. Dewasa ini
beton termasuk material paling mudah didapatkan dibandingkan material lain
seperti kayu.
Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis semen di pasaran, untuk jenis yang
paling populer dan bisa digunakan untuk konstruksi rumah tinggal,
adalah jenis Ordinary Portland Cement jenis 1 dan PCC (Portland Composite
Cement). Di Indonesia, terdapat standar untuk mutu semen yang baik digunakan
untuk pembangunan rumah tinggal.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, SNI 15-7064-2004, standar mutu
semen Portland (nama semen yang populer ini), semen portland komposit dapat
digunakan untuk konstruksi umum seperti:
pasangan bata,
·
selokan,
·
jalan,
·
pembuatan
elemen bangunan khusus
·
beton
pracetak,
·
beton
pratekan,
·
panel
beton,
·
bata
beton (paving block)
·
dan
sebagainya.
Standar tersebut dibuat oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) agar mutu
semen yang beredar di pasaran dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu dikemasan
sak semen biasanya terdapat logo "SNI" sebagai standar mutu maupun
spesifikasi semen.
Material semen merupakan bahan komposit yang biasa digabungkan dengan beton
bertulang. Hal ini karena beton, yang dihasilkan dari campuran semen, agregat
(pasir/kerikil), dan air akan menghasilkan beton, yang kuat untuk gaya tekan. Artinya beton
adalah material untuk menahan beban yang sifatnya menekan/ tekanan. Sedangkan
tulangan besi dibuat untuk menahan gaya
tarik atau tarikan. Perpaduan beton dan besi tulangan ini disebut "Beton
bertulang" yang kuat menahan gaya tarik dan tekan.
B. Rumusan
Masalah.
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa
masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah :
1.
Apakah Semen
Portland itu ?
2.
Bagaimana Cara
Pembuatan Semen Portland
?
3.
Bagaimana
Klasifikasi Semen Portland
?
4.
Apa Syarat
Semen Portland
?
5.
Bagaimana Sifat
– Sifat Semen Portland
?
6.
Bagaimana
Penyimpanan Semen Portland
?
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini antara lain :
1. Untuk
Menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Bahan Bangunan.
2. Untuk
mengetahui Apa Semen Portland itu.
3. Untuk
mengetahui Cara Pembuatan Semen
Portland.
4. Untuk
mengetahui Klasifikasi Semen Portland.
5. Untuk
mengetahui Syarat Semen Portland.
6. Untuk
mengetahui Sifat – Sifat Semen Portland.
7. Untuk
mengetahui Penyimpanan Semen Portland.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEMEN PORTLAND.
Semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan. Semen portland merupakan
bahan ikat yang penting dan banyak dipakai dalam pembangunan fisik.
Dihasilkan dengan cara menggiling halus klinker, yang
terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan gips
sebagai bahan pembantu.
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama
dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa
padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang
mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.
B.
PEMBUATAN SEMEN PORTLAND.
Semen portland dibuat dengan melalui beberapa langkah. Sebagai bahan dasar
dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: calcareous, argillocalcareous dan
argillaceous. Secara mudahnya, kandungan semen portland ialah : kapur, silika
dan alumina. Ketiga bahan dasar tadi
dicampur dan dibakar dengan suhu 1550 derajat Celcius dan menjadi klinker.
Setelah itu kemudian dikeluarkan dan dihaluskan sampai halus seperti bubuk.
Biasanya lalu ditambahkan gipsum kira-kira 2% sampai 4% sebagai bahan
pengontrol waktu pengikatan. Bahan tambah lain kadang-kadang ditambahkan pula
untuk membentuk semen yang cepat mengeras. Kemudian dimasukkan dalam kantong
dengan berat tiap-tiap kantong 40 kg.
Bahan baku pembuatan semen umumnya sama, yakni batu kapur atau gamping dan
tanah liat/lempung. Batu kapur adalah hasil tambang gali yang mengandung
senyawa kalsium oksida (CaO). Sedangkan tanah lempung mengandung silika
dioksida (SiO2) serta aluninium oksida (Al2O3). Kedua bahan ini dibakar sampai
melebur.
Ada
dua macam cara pembuatan semen:
v
Proses basah.
Semua bahan baku pembuat semen dicampur dengan air, lalu
digiling. Bahan yang sudah digiling tadi kemudian dibakar. Proses ini
menggunakan banyak bahan bakar dalam pembakaran bahan baku, sehingga tidak
efisien dan jarang digunakan lagi.
v Proses
kering.
Pada proses ini bahan baku digiling lalu dibakar. Lima tahapan yang dilalui
adalah:
a.
Proses
pengeringan dan penggilingan,
Penggalian/Quarrying
: Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen: yang pertama
adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous
materials) seperti batu gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya
akan silika atau material mengandung tanah liat (argillaceous materials)
seperti tanah liat. Batu gamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari
penggalian dan kemudian diangkut ke alat penghancur.
Penghancuran: Penghancur
bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi material yang digali
Pencampuran
Awal: Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan
komposisi tumpukan bahan.
b.
Proses mixer untuk menghasilkan
campuran yang homogen,
Penghalusan
dan Pencampuran Bahan Baku: Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah
dicampur pada tahap awal ke penampung, dimana perbandingan berat umpan
disesuaikan dengan jenis klinker yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai
kehalusan yang diinginkan.
c.
Pembakaran
bahan baku agar didapatkan terak, lalu didinginkan,
Pembakaran
dan Pendinginan Klinker: Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata
diumpankan ke pre-heater, yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari
serangkaian siklon dimana terjadi perpindahan panas antara umpan campuran bahan
baku dengan gas panas dari kiln yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi
pada pre heater ini dan berlanjut dalam kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat
seperti semen. Pada kiln yang bersuhu 1350-1400 °C, bahan berubah menjadi
bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan klinker, kemudian
dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan menurunkan suhu klinker
hingga mencapai 100 °C.
d.
Penggilingan
clinker dan gypsum
Penghalusan
Akhir: Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan
dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan
terhadap bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan
diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk semen
jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan posolan untuk semen jenis P
dihancurkan dalam sistim tertutup dalam penggiling akhir untuk mendapatkan
kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo
semen.
C.
KLASIFIKASI
SEMEN PORTLAND
Sesuai dengan tujuan pemakaiannya semen portland dibagi menjadi 5 jenis
yaitu:
·
Jenis
I (Ordinary Portland Cement) : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukanpersyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada
jenis-jenis lain. Indonesian Standard : SNI 15-2049-2004 American Standard : ASTM
C 150-04a European Standard : EN 197-1:2000.
·
Jenis
II (Moderate sulfat resistance) : Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Jenis
II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Jenis
I. Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi
penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadi Srinkege
(penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat moderat “Heat of hydration”.
Semen Portland Jenis II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti
bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan
dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama. Indonesian
Standard : SNI 15-7064-2004 American Standard : ASTM C 150-04a.
·
Jenis
III (High Early Strength) : Semen Portland yang dalampenggunaannya menuntut
persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Semen jenis III ini dibuat dengan
kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya
juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland jenis III ini
dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang
dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen
Portland jenis III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen
portland jenis I pada umur 28 hari.
·
Jenis
IV (Low Heat Of Hydration) : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan panas hidrasi yang rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan
untuk struktur Concrette (beton) yang massive dan dengan volume yang besar,
seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas
yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga
tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak).
Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika
dibanding semen portland jenis I.
·
Jenis
V (Sulfat Resistance Cement) : Semen Portland yang
dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat. Semen
jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan
airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah
tambang, air payau dsb. Indonesian Standard : SNI 15-2049-2004 American
Standard : ASTM C 150-04a.
D.
PERSYARATAN
SEMEN PORTLAND
Semen portland harus memenuhi persyaratan fisika sebagai
berikut:
1.
Kehalusan
butir
Sisa di atas ayakan 0,09 mm
maksimum 10% berat
2.
Waktu
pengikatan
awal minimum 60 menit
akhir maksumum 8 jam
3.
Selain
itu semen portland juga harus memennuhi persyaratan-persyaratan kimia seperti
kandungan senyawa-senyawa kimia harus memenuhi prosentase-prosentase tertentu.
E.
SIFAT-SIFAT
SEMEN PORTLAND
Ø
Dicampur
dengan air mulai mengadakan pengikatan dalam rendaman air.
Ø
Pengerasan,
setelah pengikatan terjadi pengerasan.
Ø
Konsistensi
campuran air + semen (pasta semen) = derajat keplastisan.
Ø
Kehalusan,
semakin halus semen, semakin besar kekuatan, semakin tinggi gaya ikatnya.
F.
PENYIMPANAN
SEMEN PORTLAND
Semen Portland bersifat cepat menarik air (higroskopik) termasuk dari
udara. Sebaiknya :
ü
Disimpan
di tempat yang kering
ü
Tidak
langsung diletakkan diatas tanah yang lembab
ü
Diletakkan
diatas lantai diberi lapisan papan
ü
Diletakkan
dalam ruangan yang tidak bocor
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan :
Semen
(cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama
dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa
padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang
mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah
bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan
lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika
Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium
Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh,
sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan
ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai.
B.
Saran :
Daftar
Pustaka.
www. wikipedia.com
produk semen tiga roda
No comments:
Post a Comment